KABUPATEN CIREBON, (CN),-
Lingkungan Sekolah Luar Biasa (SLB) A, B dan C serta Panti Jompo yang bernaung di bawah Yayasan Beringin Bhakti (YBB) di Desa Kepongpongan, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon mendadak semringah pada Rabu (18/06/2025). Bukan hanya sekadar seremonial, namun, secara bergantian siswa SLB di sana menampilkan kabisa masing-masing di bidang seni.
Kemeriahan tersebut merupakan HUT ke-43 YBB yang dihadiri oleh sejumlah pejabat, di antaranya Wakil Bupati (Wabup) Cirebon H Agus Kurniawan Budiman, Kepala Diskominfo Kabupaten Cirebon Bambang Sudaryanto, Camat Talun Abdul Ro’up, Ketua YBB Sri Bendera Murni serta Pembina YBB H Halim Falatehan.
Pada kesempatan tersebut Wabup Cirebon yang akrab disapa Jigus mengapresiasi YBB yang sudah 43 tahun mengabdi di bidang social dengan membuka SLB dan panti jompo.
Tentu saja, lanjut jigus, 43 tahun itu merupakan waktu yang sangat lama, apalagi mengelola yayasan yang sudah barang tentu diwarnai segala macam risikonya.
“Saya selaku Pemerintah Daerah sangat berterimakasih dan mengapresiasi kiprah Yayasan Beringin Bhakti yang sampai saat ini tetap eksis memberikan pendidikan dan bimbingan kepada anak-anak yang berkebutuhan khusus,” kata Wabup Jigus, singkat.
Ketika berpamitan hendak meninggalkan komplek pendidikan SLB dan panti jompo YBB, Jigus pun memberikan sejumlah uang tunai kepada sejumlah siswa SLB dan beberapa ibu jompo. Mereka terlihat senang menerima sedekah dari orang nomor 2 Kabupaten Cirebon tersebut.
YBB didirikan pada tahun 1982 oleh sejumlah kader Golkar, di antaranya Undi Gunawan, Syamsuri Natamiharja, Abdullah Yusuf, Titi Rustiyati dan Halim Falatehan. Peduli terhadap pendidikan anak yang berkebutuhan khusus yayasan ini membuka SLB A (tuna netra) hingga berkembang SLB B dan C serta membuka panti jompo secara cuma-cuma.
“Mereka yang ikut pendidikan di sini gratis, kecuali yang dari keluarga mampu atau pejabat, biasanya mereka memberikan donasi,” kata Pembina YBB, Halim Falatehan kepada CN usai acara.
Menurut Halim, selama ini tidak menyebar proposal, tetapi bersyukur donatur itu datang sendiri. Hal ini mungkin mereka melihat kegiatan belajar mengajarnya ada, jompo juga ada di Yayasan Beringin Bhakti. Meskipun biaya operasional rata-rata setiap bulan sekitar Rp30 bisa tertutupi dari para donator.
“Alhamdulillah kita bisa. Meskipun demikian ke depannya saya ingin mengubah pemikiran yayasan yang biasanya hanya program ini itu, tetapi tidak ada program cari uang untuk menghidupsi yayasan ini,” ungkapnya.
Dia menambahkan, tidak mungkin kalau yayasan terus menerus hanya mengandalkan pemberian dari donator. Oleh karenanya, harus bisa menggali sendiri sumber-sumber pemasukan.
“Sesuai aturan Pemerintah, yayasan boleh memiliki lembaga atau badan usaha, ini yang masih susah dilakukan. Yayasan bisa mendirikan koperasi atau yang lainnya,” terang Halim.
Menyinggung minat masyarakat untuk menyekolahkan anak ke SLB, Halim menyampaikan partisipasi masyarakat semakin membaik, namun diakuinya masih ada kelompok tertentu yang malu menitipkan anak mereka ke SLB.
Halim menyampaikan, anak tuna netra semakin berkurang, ini bukti kalau program kesehatan saat ini semakin membaik. Namun, mereka yang autis dan IQ-nya rendah semakin banyak. “Entah ini kenapa,” tanyanya.
Peserta didik di SLB YBB tidak hanya anak dari keluarga miskin, namun, dari keluarga yang mampu, bahkan anak pejabat pun ada. Tidak hanya berasal dari wilayah Kabupaten Cirebon, tapi dari luar daerah juga ada.
“Ada juga yang dititipkan di sini berasal dari Satpol PP atau Polisi, mereka menemukan anak berkebutuhan khusus biasanya dibawa ke Dinas Sosial, lalu dititipkan di sini,” pungkas Halim.(Oke/CN)