NUSANTARA, (CN).-
Rapat kerja Komisi IV DPR RI dengan Menteri Kelautan dan Perikanan masih banyak anggota legislatif yang menyoroti kasus pagar laut.
Dalam rapat yang dipimpin langsung Ketua Komisi IV, Siti Hediati Hariyadi atau lebih dikenal dengan nama Titiek Soeharto pada Kamis (27/2/2025), sebagian besar masih mempertanyakan kenapa aktor utamanya belum tersentuh aparat.
Seperti yang dikemukakan anggota Komisi IV, Prof. DR. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. “Tujuan utama pemberantasan kasus ini bukan hanya menangkap pelaku kroco (Kepala Desa Kohod), yang lebih penting adalah menghukum pelaku utama atau aktor intelektualnya,” tandas politisi dari Fraksi PDI Perjuangan ini.
Menurutnya, menangkap pelaku utamanya akan ada efek jera dan para pengusaha besar (konglomerat) menjadi taat hukum.
Apalagi, lanjut Prof. Rokhmin, Presiden Prabowo telah berkomitmen untuk memberantas korupsi sampai keakarnya, bahkan mengejar koruptor sampai ke antartika.
“Maka, Menteri Kelautan & Perikanan bekerjasama dengan Polri, Kejaksaan Agung serta KPK harus berani menindak tegas pelaku utama pelanggaran pagar laut dan penerbitan SHGB maupun SHM secara ilegal di wilayah laut pesisir Tangerang serta Bekasi,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Prof. Rokhmin memberi apresiasi kepada Direktorat Jenderal PSDKP-KKP yang menjadi instansi pemerintah pertama yang secara sigap menindak kasus pagar laut.
Politisi asal Cirebon, Jawa Barat ini juga menyampaikan permasalahan utama sektor kelautan adalah kemiskinan nelayan.
“Sebanyak 90 persen nelayan kita hanya berpenghasilan rata-rata 2,4 juta rupiah per bulan. Ini lebih rendah dari garis kemiskinan keluarga menurut BPS. Soal lain yang menjadi tantangan yakni overfishing di beberapa wilayah perairan laut Indonesia. Wilayah itu antara lain di pantura, selatan Sulawesi, Selat Malaka dan Selat Bali,” ujarnya.
Untuk underfishing ada, tambahnya, ada di wilayah perairan laut Indonesia seperti di Teluk Tomini, Laut Natuna dan Indonesia bagian Timur yang menyebabkan ikan dicuri nelayan asing.
Selain itu, harga ikan sering anjlok saat panen besar. Biaya melaut seperti BBM, alat tangkap, mesin kapal dan perbekalan melaut lainnya, masih mahal serta sering kali tidak tersedia. Sementara, ketika memasarkan ikan ternyata harga sangat fluktuatif.(Noli/CN)